Lapangan Puputan Badung



Jika memiliki waktu lebih awal atau datang pagi mulai pukul 09.00 Wita, ke lapangan ini, Anda dapat sekalian mengunjungi Museum Bali, serta Pura Jagadnatha.


Sekeliling lapangan itu, ada taman bermain anak, bangku-bangku taman untuk dewasa, area bermain skate board, sepatu roda, jogging track, tempat fitnes, serta lokasi pementasan seni di selatan.


Tak perlu tiket masuk. Cukup membayar parkir kendaran Rp 1.000 untuk kendaraan roda dua, dan Rp 2.000 untuk roda empat. Tetapi harus tertib jika tak mau kendaraan Anda diderek atau roda dikunci petugas karena melanggar.


Selain sejarah yang heroik, Lapangan Puputan Badung pasatinya berfungsi sebagai taman kota atau ruang terbuka hijau. Anda dan siapa pun bebas memanfaatkannya untuk rekreasi, dan olahraga.


Sebagai taman kota


Sebagai pengingat sejarah, pemerintah pada 12 November 1997, mendirikan Monumen Puputan Badung. Monumen ini berupa tiga patung, terdiri dari perempuan, laki-laki, dan anak dengan pakaian serba putih memegang keris dan tombak sebagai senjata untuk berperang. Bersamaan itu, terbitlah Surat Keputusan Wali Kota Denpasar Tahun 2009, lapangan pun resmi dinamakan Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung. Warga biasa menyebutnya Lapangan Puputan Badung. Begitulah sejarah singkat lapangan ini...


Semangat puputan pun berkobar. Gugur membela kebenaran dan kehormatan negara adalah surga bagi mereka. Meski hanya dengan senjata tradisional, rakyat bersama melawan militer Belanda yang dilengkapi senjata modern. Raja Badung ke-7 yang memimpin sendiri perang sejak 1902 hingga 1906. Ia pun gugur bersama rakyat.


Meski jumlah prajurit kerajaan dan lawan tak seimbang, Raja Badung yang memerintah saat itu, I Gusti Ngurah Made Agung, bersama rakyat tak gentar melawan kolonial.


Perang sebenarnya berlangsung mulai 1902 hingga puput di tahun 1906. Kala itu, Pemerintah Hindia Belanda berpendapat dengan dikuasainya Kerajaan Badung maka setara dengan menguasai Pulau Bali secara keseluruhan.


Puputan yang dalam bahasa bali berarti pertempuran habis-habisan. Salah satunya terjadi pada 20 September 1906 antara Belanda dengan Kerajaan Badung, yang disebut Perang Puputan Badung.


Bali mengukir sejarah perjuangan rakyat nan heroik dan dramatis. Raykat Bali merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mereka perang puputan!


Pilihan tepat. Karena Anda dan keluarga tak hanya mendapatkan rekreasi asik dan santai, melainkan sekaligus berwisata sejarah. Penasaran, kan?


Denpasar merupakan perkotaan yang memiliki ruang publik nan asik. Anda bersama keluarga tinggal pilih tempat rekreasi aman tanpa khawatir kumuh. Ya, salah satunya Lapangan Puputan Badung di Jalan Surapati, persimpangan titik nol Denpasar, Catur Muka.


Rekreasi Sejarah di Lapangan Puputan Badung

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

A historical recreation in puputan badung


Denpasar nowadays have a very fascinating public area to be enjoyed with your family with a clean environment. One of the destinations is Puputan Badung field in Surapati Street, near Catur Muka crossroad.

Here, you will have a fun and relaxing time because there are so many things has been built for public recreation facility such as jogging track, skate board track, fitness track, play and learn activity pack and  with a plus value, learning about the history of Puputan War!


In Balinese language, Puputan means fight untill the end (die) and that was happenned in Bali on September 20th 1906 when the people in Bali try to defend Badung Emperor from the Dutch Colonial. This war called Puputan Badung War.


Actually the war has been started since 1902 and it was ended up with a very heroic battle in 1906, the dutch colonial insist that they have to conquer the Badung Emperor in order to have the whole Bali.


The 7th King of Badung Emperor Dynasty, I Gusti Ngurah Made Agung decide to fight against the Dutch untill the end, eventhough they don’t have a proper weapon and has to fight agains machine weapons, they were so heroic and fight with their spirit. The King was died in the middle of the battle.


As a rememberance, Denpasar government built a monument of Puputan Badung on November 12th 1997. This statue consists of 3 statues, a women, a man, and a kid with white shirts and hold keris as a weapon.


In 2009, the major of denpasar released an announcement that stated  Puputan Badung field named as the King’s name, I Gusti Ngurah Made Agung.


In the middle of the field, rely the Museum Bali and Jagadnatha Temple. On Sunday, there are some public community used this field to gather with their members, starting from the art community, dancing community, music community, until the flair bartender community.



Komentar

Tambah Komentar
0 Comment

Sign In

;