INNA BALI HERITAGE HOTEL
Inna Bali Heritage Hotel atau Hotel Inna Bali menjadi saksi sejarah Bali prakemerdekaan. Begitu pula awal mula Bali menjadi surga pariwisata dunia. Hotel tua yang berlokasi di Jalan Veteran Nomor 3, Denpasar ini berdiri pada 22 Agustus 1927 dengan nama Bali Hotel.
Bali Hotel kemudian berubah nama menjadi Natour Bali pada 1956, dan akhirnya menjadi Hotel Inna Bali pada 1961 sampai saat ini di bawah pengelolaan PT Hotel Indonesia Natour (Persero) bagian dari Hotel Indonesia Group, salah satu perusahaan plat merah. Berdirinya Hotel Inna Bali tak lepas dari ekspansi Belanda ke Pulau Dewata.
Tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari kekayaan alam, khususnya rempah dan monopoli perdagangan melalui kongsi dagang Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pada abad ke-17, VOC terlibat perdagangan budak dengan para raja di Bali.
Hubungan para raja Bali dengan Belanda semakin mendalam memasuki abad ke-19. Kontrak-kontrak dagang dan politik berjalan mulus. Sebuah loji yang berfungsi sebagai posko jual beli budak dibangun di sekitar Kuta, Badung pada 1960.
Kekalahan Bali dalam dua perang besar, yaitu Puputan Badung (1906) dan Puputan Klungkung (1908) menyebabkan Bali harus tunduk menyeluruh pada kekuasan kolonial Belanda. Belanda pun gencar mengembangkan infrastruktur demi memuluskan misi dagangnya di Bali, salah satunya pembangunan Bali Hotel oleh Koninklijke Paketvaart-Maatschappij (KPM), sebuah perusahaan pelayaran Belanda untuk kepentingan ekonomi bidang pelayaran dan pariwisata.
Hotel Inna Bali saat ini menjadi bagian dari wisata warisan budaya di jantung Kota Denpasar. Ida Ayu Diah Paramitha dalam tesisnya yang berjudul Nilai Signifikansi Cagar Budaya Hotel Inna Bali Jalan Veteran Denpasar menyebutkan sejumlah perubahan kompleks yang diterapkan di Hotel Inna Bali bukan melalui prosedur mudah. Kontraktor pelaksananya harus menghadapi perizinan yang menuntut bangunan baru harus berciri khas dan berasitektur Bali .
Oleh sebab itu Hotel Inna Bali layak diakui nilainya sebagai salah satu warisan budaya yang wajib dilestarikan. Sejauh ini Dinas Kebudayaan Provinsi Bali masih belum menetapkan hotel ini sebagai bangunan cagar budaya.
Persinggahan Tokoh Dunia
Inna Bali Heritage Hotel pernah menjadi tempat persinggahan para negarawan dunia awal abad ke-20. Di barisan kamar deluxe di timur Jalan Veteran ini pernah menginap Ratu Elizabeth, Mahatma Gandhi, Jawaharlal Nehru, Soekarno, Soeharto saat masih menjadi Komandan Kostrad, Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden RI saat ini, Joko Widodo.
Pada 23 Juli 1952, Soekarno pernah menjamu Presiden Filipina, Elpidio Quirino. Uniknya, tokoh-tokoh dunia tersebut selalu menginap di kamar nomor 77 (dulunya nomor 50).
Semangat Bung Karno menyala di kamar ini. Bapak Proklamator RI itu selalu beristirahat di kamar sama setiap berkunjung ke Bali, tepatnya sebelum berpidato di alun-alun Kota Denpasar, atau sebelum melanjutkan perjalanan ke Istana Tampaksiring di Gianyar.
Kebiasaan Soekarno kemudian diikuti putra-putri hingga cucu-cucunya. Sebelum menjadi presiden kelima, Megawati sering datang ke Hotel Inna Bali. Jokowi dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming adalah yang terbaru paling sering menginap di sini.
Charlie Chaplin dan kakaknya Sidney Chaplin tak ketinggalan bermalam di sini pada 1932. Komedian legendaris ini merekam perjalan mereka dalam sepekan dalam film hitam putih, termasuk perayaan hari ulang tahun ke-43 Charlie pada 18 April.
Konferensi Denpasar 1946 juga digelar di hotel yang kini menjadi bagian dari Denpasar Heritage City Tour. Konferensi ini melahirkan Negara Indonesia Timur dengan kepala negaranya, Cokorda Gde Raka Sukawati.
Ekonomis tapi Mewah
Hotel bintang tiga ini solusi penginapan ekonomis, tanpa meninggalkan kesan mewah dan antik. Apalagi pemerintah melalui Kementerian Pariwisata saat ini tengah gencar mempromosikan wisata pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE).
Beragam pilihan ruangan bisa digunakan untuk rapat, jamuan makan, hingga pesta pernikahan. Ada Ruang Laksmi, Parwati, Gayatri, Puri Agung, dan Saraswati. Ruang Saraswati berkapasitas paling kecil, maksimal 30 orang, sedangkan Puri Agung berkapasitas paling besar, mencapai 300 orang.
Tata letak kamarnya dipertahankan sejak dulu sampai sekarang. Totalnya 76 kamar, meski nomor kamar dibuat sampai 77 karena kamar nomor 13 ditiadakan.
Hotel yang terletak di jantung Kota Denpasar ini berdekatan dengan pusat pemerintahan, bisnis, belanja, dan hiburan. Jaraknya 20 menit dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, dan sekitar 10 menit dari Pantai Sanur.
Pengunjung cukup berjalan kaki untuk menjajal sederet obyek wisata sejarah di Denpasar, mulai dari Monumen Puputan Badung, Museum Bali, Kompleks Pertokoan Gajah Mada, Pasar Seni Kumbasari, Pasar Badung, Museum Bali, dan Pura Jagadnatha.
Bali Hotel kemudian berubah nama menjadi Natour Bali pada 1956, dan akhirnya menjadi Hotel Inna Bali pada 1961 sampai saat ini di bawah pengelolaan PT Hotel Indonesia Natour (Persero) bagian dari Hotel Indonesia Group, salah satu perusahaan plat merah. Berdirinya Hotel Inna Bali tak lepas dari ekspansi Belanda ke Pulau Dewata.
Tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari kekayaan alam, khususnya rempah dan monopoli perdagangan melalui kongsi dagang Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pada abad ke-17, VOC terlibat perdagangan budak dengan para raja di Bali.
Hubungan para raja Bali dengan Belanda semakin mendalam memasuki abad ke-19. Kontrak-kontrak dagang dan politik berjalan mulus. Sebuah loji yang berfungsi sebagai posko jual beli budak dibangun di sekitar Kuta, Badung pada 1960.
Kekalahan Bali dalam dua perang besar, yaitu Puputan Badung (1906) dan Puputan Klungkung (1908) menyebabkan Bali harus tunduk menyeluruh pada kekuasan kolonial Belanda. Belanda pun gencar mengembangkan infrastruktur demi memuluskan misi dagangnya di Bali, salah satunya pembangunan Bali Hotel oleh Koninklijke Paketvaart-Maatschappij (KPM), sebuah perusahaan pelayaran Belanda untuk kepentingan ekonomi bidang pelayaran dan pariwisata.
Hotel Inna Bali saat ini menjadi bagian dari wisata warisan budaya di jantung Kota Denpasar. Ida Ayu Diah Paramitha dalam tesisnya yang berjudul Nilai Signifikansi Cagar Budaya Hotel Inna Bali Jalan Veteran Denpasar menyebutkan sejumlah perubahan kompleks yang diterapkan di Hotel Inna Bali bukan melalui prosedur mudah. Kontraktor pelaksananya harus menghadapi perizinan yang menuntut bangunan baru harus berciri khas dan berasitektur Bali .
Oleh sebab itu Hotel Inna Bali layak diakui nilainya sebagai salah satu warisan budaya yang wajib dilestarikan. Sejauh ini Dinas Kebudayaan Provinsi Bali masih belum menetapkan hotel ini sebagai bangunan cagar budaya.
Persinggahan Tokoh Dunia
Inna Bali Heritage Hotel pernah menjadi tempat persinggahan para negarawan dunia awal abad ke-20. Di barisan kamar deluxe di timur Jalan Veteran ini pernah menginap Ratu Elizabeth, Mahatma Gandhi, Jawaharlal Nehru, Soekarno, Soeharto saat masih menjadi Komandan Kostrad, Megawati Soekarnoputri, hingga Presiden RI saat ini, Joko Widodo.
Pada 23 Juli 1952, Soekarno pernah menjamu Presiden Filipina, Elpidio Quirino. Uniknya, tokoh-tokoh dunia tersebut selalu menginap di kamar nomor 77 (dulunya nomor 50).
Semangat Bung Karno menyala di kamar ini. Bapak Proklamator RI itu selalu beristirahat di kamar sama setiap berkunjung ke Bali, tepatnya sebelum berpidato di alun-alun Kota Denpasar, atau sebelum melanjutkan perjalanan ke Istana Tampaksiring di Gianyar.
Kebiasaan Soekarno kemudian diikuti putra-putri hingga cucu-cucunya. Sebelum menjadi presiden kelima, Megawati sering datang ke Hotel Inna Bali. Jokowi dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming adalah yang terbaru paling sering menginap di sini.
Charlie Chaplin dan kakaknya Sidney Chaplin tak ketinggalan bermalam di sini pada 1932. Komedian legendaris ini merekam perjalan mereka dalam sepekan dalam film hitam putih, termasuk perayaan hari ulang tahun ke-43 Charlie pada 18 April.
Konferensi Denpasar 1946 juga digelar di hotel yang kini menjadi bagian dari Denpasar Heritage City Tour. Konferensi ini melahirkan Negara Indonesia Timur dengan kepala negaranya, Cokorda Gde Raka Sukawati.
Ekonomis tapi Mewah
Hotel bintang tiga ini solusi penginapan ekonomis, tanpa meninggalkan kesan mewah dan antik. Apalagi pemerintah melalui Kementerian Pariwisata saat ini tengah gencar mempromosikan wisata pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE).
Beragam pilihan ruangan bisa digunakan untuk rapat, jamuan makan, hingga pesta pernikahan. Ada Ruang Laksmi, Parwati, Gayatri, Puri Agung, dan Saraswati. Ruang Saraswati berkapasitas paling kecil, maksimal 30 orang, sedangkan Puri Agung berkapasitas paling besar, mencapai 300 orang.
Tata letak kamarnya dipertahankan sejak dulu sampai sekarang. Totalnya 76 kamar, meski nomor kamar dibuat sampai 77 karena kamar nomor 13 ditiadakan.
Hotel yang terletak di jantung Kota Denpasar ini berdekatan dengan pusat pemerintahan, bisnis, belanja, dan hiburan. Jaraknya 20 menit dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, dan sekitar 10 menit dari Pantai Sanur.
Pengunjung cukup berjalan kaki untuk menjajal sederet obyek wisata sejarah di Denpasar, mulai dari Monumen Puputan Badung, Museum Bali, Kompleks Pertokoan Gajah Mada, Pasar Seni Kumbasari, Pasar Badung, Museum Bali, dan Pura Jagadnatha.