- Home
- News & Articles
- News
- Rekreasi Miniatur Sejarah Rakyat Bali
Bali mengukir sejarah perjuangan rakyat nan heroik dan dramatis. Perang puputan tahun 1906, bukti kerasnya tekad rakyat Bali merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB) atau populer disebut Monumen Bajra Sandhi salah satu lokasi perang puputan itu, selain Lapangan Puputan Badung.
Bajra Sandhi menjadi salah satu ikon Kota Denpasar, sama seperti jika Anda pernah pergi dan naik ke Monumen Nasional (Monas) di Ibu Kota Jakarta. Monumen ini dikelilingi Lapangan Niti Mandala Renon yang berfungsi sebagai areal publik dan resapan air sekitarnya. Lokasinya juga tak jauh dari pusat perkantoran Gubernur Bali dan DPRD Bali sehingga sangat strategis dan mudah diakses.
Pembangunan monumen ini terinspirasi dari cerita Adiparwa, yaitu Lingga dan Yoni. Lingga menjadi bangunan utamanya, sementara Yoni bangunan dasarnya.
Bajra berarti genta atau lonceng besar. Genta yang menjulang di bagian atas monumen ini diartikan sebagai lambang perjumpaan Lingga dan Yoni, sisi maskulin dan sisi feminin. Atau dalam falsafah Hindu, simbol pertemuan “purusa†(pria) danâ€radana†(perempuan) yang memberikan kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Genta juga alat yang digunakan pemuka agama Hindu saat memimpin suatu upacara keagamaan.
Monumen ini dibangun pada tahun 1987, setelah dirancang sejak tahun 1981 oleh arsitek asal Bali, Insinyur Ida Gede Yadnya. Bangunan ini kemudian diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2003.
Menuju ke dalam gedung, pengunjung menaiki 17 anak tangga di pintu utama monumen ini. Bangunan kokoh ini juga memiliki delapan tiang agung di dalamnya dengan tinggi masing-masingnya 45 meter. Jika digabungkan, ketiga angka ini adalah simbol tanggal, bulan, dan tahun kemerdekaan RI, yaitu 17 Agustus 1945.
Berdasarkan bagiannya, Bajra Sandhi terbagi menjadi tiga bangunan utama atau lantai. Lantai pertama atau lantai dasar disebut nistaning utama mandala. Di sini terdapat ruang yang memuat lengkap informasi bangunan, perpustakaan, ruang pameran, toilet, dan tempat penjualan suvenir.
Lantai kedua di sebut madianing utama mandala. Di sini terdapat kolam ikan bundar bernama Puser Tasik dengan ornamen air mancur patung katak. Kolam ini juga simbol dari Lautan Susu yang mengelilingi Giri Mandara, gunung suci yang menyimpan Tirta Amertha, air suci kehidupan.
Di empat sudut terluar lantai kedua ini terdapat Bale Bengong. Keempat balai ini biasanya digunakan sebagai tempat istirahat pengunjung sembari menikmati pemandangan kolam berisi ikan di sekeliling museum.
Diorama Sejarah Pada lantai kedua menyajikan total 33 diorama perjuangan rakyat Bali di masa penjajahan hingga kemerdekaan. Nah, diaorama ini yang akan mengajak Anda berpetualang. Tentu saja, Anda harus mengikuti alurnya dengan benar. Cerita dari masa ke masa melalui diorama dan suguhan cerita singkat dalam tiga bahasa : Bali, Indonesia dan Inggris, pasti menyenangkan. Siapa pun Anda, dari mana asal negara Anda, diharapkan mengerti dan bisa belajar singkat sejarah Bali di sini. Asik, kan...
Singkat ceritanya, begini... Miniatur sejarah dalam diorama ini diawali dengan kehidupan di Bali pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, sekitar 3.000 SM. Di sini tampak manusia purba jenis Pithecanthroupus erectus sedang berburu babi hutan dengan peralatan kapak genggam. Ada juga yang memetik buah pada salah satu pohon.
Kehidupan dengan sistem banjar di Bali dimulai pada abad ke-11 M. Salah satu diorama menunjukkan suasana pertemuan di Bale Banjar yang dipimpin seorang Klian Banjar yang dihadiri para prajuru (pengurus) banjar dan krama (anggota) banjar.
Pada abad yang sama, Subak di Bali juga diperkenalkan. Ini adalah pembagian air dalam sistem irigasi tradisional yang dipimpin Klian Subak dan pengurusnya.
Untuk mempersatukan semua lapisan masyarakat di Bali, Ketut Ngulesir memerintahkan rakyatnya untuk membagun Pura Dasar Gelgel. Penggambaran ini ada di salah satu diorama abad ke-14.
Pada tahun 1846, I Gusti Ketut Jelantik dari Kerajaan Buleleng tampak sedang merobek surat dari Gubernur Jenderal Belanda dengan kerisnya. Hal itu dilakukannya di hadapan Raja Klungkung dan utusan Belanda.
Sikapnya ini memancing perlawanan rakyat Bali di bawah pimpinan Patih Jelantik melawan tentara Belanda di depan Benteng Jagaraga. Peristiwanya dikenal dengan nama Perang Jagaraga antara tahun 1848-1849.
Tak ingin menyerahkan kedaulatan Indonesia kepada penjajah, perjuangan rakyat Bali satu per satu bermunculan. Laskar Kusamba di bawah pimpinan I Dewa Agung Putra Kusamba menyerang kubu pertahanan Belanda yang dipimpin Jenderal Michiels pada tahun 1849. Pimpinan tertinggi Belanda itu terbunuh dalam perang tersebut.
Perang Puputan Badung dipimpin Raja Badung bersama keluarga dan rakyatnya yang berpakaian serba putih terjadi pada 1906. Mereka bertekad melawan Belanda sampai mati. Tekad inilah yang dikenal dengan istilah puputan.
Lepas dari Belanda, Bali juga sempat berada di bawah fasisme Jepang pada 1942-1945. Rakyat Bali melakukan kerja paksa di bawah siksaan tentara Jepang, mulai dari pembuatan jalan dan mengangkut barang-barang kebutuhan perang. Pada 1945 akhirnya rakyat Bali melakukan pengibaran Bendera Merah Putih dihari kemerdekaan.
Pada 16 April 1946 di rumah I Dewa Nyoman Jehen di Munduk Malang diadakan rapat untuk pembentukan DPRI Sunda Kecil di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Perjuangan rakyat Bali setelah kemerdekaan belum berakhir, diawali dengan pertempuran besar antara pasukan Ciung Wanara di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai melawan Belanda. Dalam Perang Marga itu, Ngurah Rai gugur bersama seluruh pasukannya.
Diorama terakhir menunjukkan masa-masa Bali saat mengisi kemerdekaan di tahun 1950-1975. Pembangunan Bali berlandaskan kebudayaan dijiwai Hindu Bali dilakukan dengan mengutamakan bidang pariwisata, kebudayaan, pendidikan, dan pertanian.
Petualangan berlanjut. Anda dapat menaiki tangga spiral yang disebut Tapak Dara. Tangga ini terdapat di tengah kolam dan merupakan akses menuju ke lantai tiga atau utamaning utama mandala. Petugas biasanya akan mengingatkan dan ada tulisan peringatan juga tertera sebelum menapaki tangga, bahwa tangga ini disucikan. Karenanya, perempuan yang sendang menstruasi dilarang menapakinya menuju ke lantau utamaning utama mandala. Ya, begitu di kepercayaan di Hindu Bali. Siapa pun diharapkan menghormati dan menghargai atauran yang berlaku...
Ruang peninjauan Utamaning utama mandala di lantai teratas ini disebut juga ruang peninjauan. Anda bisa menyaksikan pemandangan sekitar lapangan dari ketinggian.
Pemerintah Provinsi Bali melakukan penataan ulang secara menyeluruh terhadap Monumen Bajra Sandhi dan Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar. Kepala Dinas Kebudayaan Bali, Dewa Putu Beratha mengatakan pemerintah mengalokasikan dana multitahunan sebesar Rp 7,6 miliar untuk renovasi tahap pertama sejak tahun 2015.
Penataan ulang ini semakin mempercantik monumen yang berdiri di atas lahan seluas 13,8 hektar. Kedepannya, komplek monumen dibangun panggung budaya di bagian tenggara selatan lapangan.
Monumen Bajra Sandhi termasuk lokasi wisata terjangkau dan pas untuk rekreasi keluarga. Tepatnya di Jalan Raya Puputan Niti Mandala, Renon. Wisatawan lokal cukup membayar tiket Rp 25 ribu per orang. Khusus pelajar dan mahasiswa cukup membayar Rp 5.000 per orang, dan tiket untuk anak-anak TK seharga Rp 2.000 per orang.
Monumen ini buka setiap hari, kecuali hari-hari besar atau libur resmi. Pada Senin-Jumat, monumen ini buka pukul 08.30-17.00 Wita, sementara Sabtu dan Minggu buka pukul 09.30-17.00 Wita.
Pengunjung paling ramai datang ke monumen ini pada Sabtu dan Minggu. Keramaian sekitarnya juga seru. Lapangan ini juga ramai di pagi hari atau sore hari. Pada hari Minggu mulai 06.00 Wita sampai 10.00 Wita, pemerintah setempat menerapkan car free day atau kawasan dengan jam bebas kendaraan. Biasanya mereka akan melakukan aktivitas olah raga pagi, seperti jalan sehat, atau tempat kumpul komunitas di sekitar Lapangan Renon.
Ayo, rekreasi dan berpetualang perang bagai pejuang rakyat Bali di sini.
Bajra Sandhi menjadi salah satu ikon Kota Denpasar, sama seperti jika Anda pernah pergi dan naik ke Monumen Nasional (Monas) di Ibu Kota Jakarta. Monumen ini dikelilingi Lapangan Niti Mandala Renon yang berfungsi sebagai areal publik dan resapan air sekitarnya. Lokasinya juga tak jauh dari pusat perkantoran Gubernur Bali dan DPRD Bali sehingga sangat strategis dan mudah diakses.
Pembangunan monumen ini terinspirasi dari cerita Adiparwa, yaitu Lingga dan Yoni. Lingga menjadi bangunan utamanya, sementara Yoni bangunan dasarnya.
Bajra berarti genta atau lonceng besar. Genta yang menjulang di bagian atas monumen ini diartikan sebagai lambang perjumpaan Lingga dan Yoni, sisi maskulin dan sisi feminin. Atau dalam falsafah Hindu, simbol pertemuan “purusa†(pria) danâ€radana†(perempuan) yang memberikan kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Genta juga alat yang digunakan pemuka agama Hindu saat memimpin suatu upacara keagamaan.
Monumen ini dibangun pada tahun 1987, setelah dirancang sejak tahun 1981 oleh arsitek asal Bali, Insinyur Ida Gede Yadnya. Bangunan ini kemudian diresmikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2003.
Menuju ke dalam gedung, pengunjung menaiki 17 anak tangga di pintu utama monumen ini. Bangunan kokoh ini juga memiliki delapan tiang agung di dalamnya dengan tinggi masing-masingnya 45 meter. Jika digabungkan, ketiga angka ini adalah simbol tanggal, bulan, dan tahun kemerdekaan RI, yaitu 17 Agustus 1945.
Berdasarkan bagiannya, Bajra Sandhi terbagi menjadi tiga bangunan utama atau lantai. Lantai pertama atau lantai dasar disebut nistaning utama mandala. Di sini terdapat ruang yang memuat lengkap informasi bangunan, perpustakaan, ruang pameran, toilet, dan tempat penjualan suvenir.
Lantai kedua di sebut madianing utama mandala. Di sini terdapat kolam ikan bundar bernama Puser Tasik dengan ornamen air mancur patung katak. Kolam ini juga simbol dari Lautan Susu yang mengelilingi Giri Mandara, gunung suci yang menyimpan Tirta Amertha, air suci kehidupan.
Di empat sudut terluar lantai kedua ini terdapat Bale Bengong. Keempat balai ini biasanya digunakan sebagai tempat istirahat pengunjung sembari menikmati pemandangan kolam berisi ikan di sekeliling museum.
Diorama Sejarah Pada lantai kedua menyajikan total 33 diorama perjuangan rakyat Bali di masa penjajahan hingga kemerdekaan. Nah, diaorama ini yang akan mengajak Anda berpetualang. Tentu saja, Anda harus mengikuti alurnya dengan benar. Cerita dari masa ke masa melalui diorama dan suguhan cerita singkat dalam tiga bahasa : Bali, Indonesia dan Inggris, pasti menyenangkan. Siapa pun Anda, dari mana asal negara Anda, diharapkan mengerti dan bisa belajar singkat sejarah Bali di sini. Asik, kan...
Singkat ceritanya, begini... Miniatur sejarah dalam diorama ini diawali dengan kehidupan di Bali pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, sekitar 3.000 SM. Di sini tampak manusia purba jenis Pithecanthroupus erectus sedang berburu babi hutan dengan peralatan kapak genggam. Ada juga yang memetik buah pada salah satu pohon.
Kehidupan dengan sistem banjar di Bali dimulai pada abad ke-11 M. Salah satu diorama menunjukkan suasana pertemuan di Bale Banjar yang dipimpin seorang Klian Banjar yang dihadiri para prajuru (pengurus) banjar dan krama (anggota) banjar.
Pada abad yang sama, Subak di Bali juga diperkenalkan. Ini adalah pembagian air dalam sistem irigasi tradisional yang dipimpin Klian Subak dan pengurusnya.
Untuk mempersatukan semua lapisan masyarakat di Bali, Ketut Ngulesir memerintahkan rakyatnya untuk membagun Pura Dasar Gelgel. Penggambaran ini ada di salah satu diorama abad ke-14.
Pada tahun 1846, I Gusti Ketut Jelantik dari Kerajaan Buleleng tampak sedang merobek surat dari Gubernur Jenderal Belanda dengan kerisnya. Hal itu dilakukannya di hadapan Raja Klungkung dan utusan Belanda.
Sikapnya ini memancing perlawanan rakyat Bali di bawah pimpinan Patih Jelantik melawan tentara Belanda di depan Benteng Jagaraga. Peristiwanya dikenal dengan nama Perang Jagaraga antara tahun 1848-1849.
Tak ingin menyerahkan kedaulatan Indonesia kepada penjajah, perjuangan rakyat Bali satu per satu bermunculan. Laskar Kusamba di bawah pimpinan I Dewa Agung Putra Kusamba menyerang kubu pertahanan Belanda yang dipimpin Jenderal Michiels pada tahun 1849. Pimpinan tertinggi Belanda itu terbunuh dalam perang tersebut.
Perang Puputan Badung dipimpin Raja Badung bersama keluarga dan rakyatnya yang berpakaian serba putih terjadi pada 1906. Mereka bertekad melawan Belanda sampai mati. Tekad inilah yang dikenal dengan istilah puputan.
Lepas dari Belanda, Bali juga sempat berada di bawah fasisme Jepang pada 1942-1945. Rakyat Bali melakukan kerja paksa di bawah siksaan tentara Jepang, mulai dari pembuatan jalan dan mengangkut barang-barang kebutuhan perang. Pada 1945 akhirnya rakyat Bali melakukan pengibaran Bendera Merah Putih dihari kemerdekaan.
Pada 16 April 1946 di rumah I Dewa Nyoman Jehen di Munduk Malang diadakan rapat untuk pembentukan DPRI Sunda Kecil di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Perjuangan rakyat Bali setelah kemerdekaan belum berakhir, diawali dengan pertempuran besar antara pasukan Ciung Wanara di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai melawan Belanda. Dalam Perang Marga itu, Ngurah Rai gugur bersama seluruh pasukannya.
Diorama terakhir menunjukkan masa-masa Bali saat mengisi kemerdekaan di tahun 1950-1975. Pembangunan Bali berlandaskan kebudayaan dijiwai Hindu Bali dilakukan dengan mengutamakan bidang pariwisata, kebudayaan, pendidikan, dan pertanian.
Petualangan berlanjut. Anda dapat menaiki tangga spiral yang disebut Tapak Dara. Tangga ini terdapat di tengah kolam dan merupakan akses menuju ke lantai tiga atau utamaning utama mandala. Petugas biasanya akan mengingatkan dan ada tulisan peringatan juga tertera sebelum menapaki tangga, bahwa tangga ini disucikan. Karenanya, perempuan yang sendang menstruasi dilarang menapakinya menuju ke lantau utamaning utama mandala. Ya, begitu di kepercayaan di Hindu Bali. Siapa pun diharapkan menghormati dan menghargai atauran yang berlaku...
Ruang peninjauan Utamaning utama mandala di lantai teratas ini disebut juga ruang peninjauan. Anda bisa menyaksikan pemandangan sekitar lapangan dari ketinggian.
Pemerintah Provinsi Bali melakukan penataan ulang secara menyeluruh terhadap Monumen Bajra Sandhi dan Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar. Kepala Dinas Kebudayaan Bali, Dewa Putu Beratha mengatakan pemerintah mengalokasikan dana multitahunan sebesar Rp 7,6 miliar untuk renovasi tahap pertama sejak tahun 2015.
Penataan ulang ini semakin mempercantik monumen yang berdiri di atas lahan seluas 13,8 hektar. Kedepannya, komplek monumen dibangun panggung budaya di bagian tenggara selatan lapangan.
Monumen Bajra Sandhi termasuk lokasi wisata terjangkau dan pas untuk rekreasi keluarga. Tepatnya di Jalan Raya Puputan Niti Mandala, Renon. Wisatawan lokal cukup membayar tiket Rp 25 ribu per orang. Khusus pelajar dan mahasiswa cukup membayar Rp 5.000 per orang, dan tiket untuk anak-anak TK seharga Rp 2.000 per orang.
Monumen ini buka setiap hari, kecuali hari-hari besar atau libur resmi. Pada Senin-Jumat, monumen ini buka pukul 08.30-17.00 Wita, sementara Sabtu dan Minggu buka pukul 09.30-17.00 Wita.
Pengunjung paling ramai datang ke monumen ini pada Sabtu dan Minggu. Keramaian sekitarnya juga seru. Lapangan ini juga ramai di pagi hari atau sore hari. Pada hari Minggu mulai 06.00 Wita sampai 10.00 Wita, pemerintah setempat menerapkan car free day atau kawasan dengan jam bebas kendaraan. Biasanya mereka akan melakukan aktivitas olah raga pagi, seperti jalan sehat, atau tempat kumpul komunitas di sekitar Lapangan Renon.
Ayo, rekreasi dan berpetualang perang bagai pejuang rakyat Bali di sini.
Komentar
Tambah Komentar0 Comment