Kokohnya Persatuan rakyat Puri Kesiman


Penjor-penjor raksasa dipasang rapi di sisi Jalan WR Supratman, Desa Kesiman, Denpasar setiap penanggalan kalender Bali Redite (Minggu) Pon Medangsia. Saat itu, masyarakat sekitarnya mendatangi Pura Dalem Pengerebongan untuk melakukan persembahyangan. Upacara ini digelar setiap 210 hari atau seminggu setelah 18 hari perayaan Galungan atau depalan hari setelah perayaan Kuningan.

Bagi masyarakat Desa Kesiman, persembahyangan saat itu merupakan upacara sakral. Upacara ini tradisi peninggalan Puri Kesiman sebagai penghormatan terhadap para leluhur pengukir sejarah. Dan Puri Kesiman yang merupakan pusat kerajaan Badung pada Abad Ke-18. Pengerebongan berasal dari kata Rebu yang dalam bahasa kawi berarti pesta untuk menghormati seseorang atau leluhur.

Keberadaan Pura Pengrebongan ini sebenarnya merupakan simbol pemersatu masyarakat dibawah pemerintahan Puri Kesiman. Puri ini sendiri merupakan kelanjutan dari Puri Satria yang telah runtuh pada tahun 1779 silam.

Puri Kesiman dapat dikatakan menjadi saksi kejayaan Bali pada masa lalu sebab mampu memegang tampuk pemerintahan Badung cukup lama. Saat itu, Puri dipimpin oleh I Gusti Gde Kesiman. Di bawah pemerintahannya, Badung memiliki wilayah yang luas dengan tiga pelabuhan yakni Sanur, Benoa, dan Kuta.

Pada masa itu, Puri Kesiman yang memerintah Badung mampu melakukan kegiatan perdagangan hingga Singapura tanpa singgah di Jawa. Saat itu, Badung dibawah Puri Kesiman cukup makmur berkat perdagangan yang dilakukan.

Namun, kondisi ini tidak berlangsung lama, sebab setelah I Gusti Gde Kesiman wafat, kekuasaan Puri Kesiman atas Badung berpindah ke Puri Denpasar. Apalagi, setelahnya belum ditemukan penerus yang mampu melanjutkan pemerintahan sekuat I Gusti Gde Kesiman.

Puri Kesiman juga merupakan satu-satunya istana yang selamat dari ekspansi tentara Belanda pada tahun 1906. Walaupun konsekuensinya, berbagai tatanan dan sistem pemerintahan kerajaan yang harus mengikuti aturan Belanda.

Hal ini pun menyebabkan pengaruh Puri Kesiman memudar. Dan tak banyak catatan mengenai Puri Kesiman yang ditemukan.

Hanya fisik bangunan Puri Kesiman yang utuh mampu menjadi catatan kejayaan kerajaan masa lalu. Ketika melintas di Jalan WR Supratman, Denpasar, megahnya Puri Kesiman dapat terlihat jelas. Bangunan identik dengan batu bata merah yang tersusun rapi.

Pada 2010, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali sempat melakukan pemugaran pada sejumlah bangunan di Puri Kesiman. Pemugaran yang dilakukan adalah pemasangan fondasi yang terbuat dari beton bertulang di bagian bawah kori agung. Selain itu, juga dilakukan pembersihan dan penyambungan bagian bangunan yang patah dan pecah.

Kembali pada Upacara Pengerebongan, tradisi ini menjadi tinggalan agar anak cucu tak lupa menjaga harmonisasi kelestarian manusia dengan alamnya, manusia dengan manusia serta manusia dengan Tuhan. Di Bali, upacara ini tergolong dalam Bhuta Yadnya atau pecaruan. Ada bagian dari upacara tersebut yang membawa Barong dan Rangda yang sudah disucikan sebagai pelawatan. Barong dan Rangda diusung berkeliling pura.

Jangan lewatkan atraksi tradisinya, ya. Dan jangan lupa, Anda harus tetap izin pantia setempat jika ingin datang dan memasuki area ini untuk kepentingan wisata, ya...

Komentar

Tambah Komentar
0 Comment

Sign In

;